Langsung ke konten utama

Saya bukan emas dan Saya berkarat di sini

Sensitif sekali jika orang waktu ditanya masalah kapan punya momongan waktu orang tersebut sudah menikah selama 5 tahun lebih dan belum punya anak. Iya kalau kenal banget sama orang yang ditanyai, kenal aja juga baru tanya udah kayak gitu. Tapi di sisi lain butuh mental yang sekuat tembok bambu untuk menanyakannya.

Saya adalah mahasiswa semester 8 di salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Tidak perlu menebak apakah itu UGM, ITB, atau UI. Ketika anak kuliahan ditanyai semester berapa, pasti jawabnya angka. Anehnya, waktu saya kecil saya sering mendengar anak kuliahan jika ditanya semester jawabannya semester akhir. Dilema buat mahasiswa pas-pasan seperti saya yang tidak bisa meramalkan semester ke berapakah yang akan menjadi akhir semester dari masa perkuliahan saya.

Namanya manusia pasti punya cita-cita buat lulus cepet. Tapi apa daya ketika faktor yang tidak bisa didefinisikan alias apes yang menjadi penghalang. Apes adalah sekumpulan kebodohan masa lampau yang berujung penyesalan yang tidak berguna di masa depan. Parahnya lagi apes ini ada karena kita tidak pernah sadar kalau kita ini bodoh.

Repotnya mahasiswa itu kalo sadar dia bodoh harusnya malah semakin rajin belajar. Saya unik pemirsa, saya semakin malas dan ingin drop mata kuliah. Sehingga kita bisa kategorikan bodoh menjadi dua macam, yaitu bodoh realistis dan bodoh optimis. Bodoh realistis adalah kebodohan sehingga yang mengalami semakin tahu diri dan tidak mengambil mata kuliah yang susah dan SKS-nya selalu dicicil sedikit demi sedikit. Sedangkan bodoh optimis belajar semakin rajin dengan keyakinan meskipun saya bodoh tapi saya bisa lulus normal.

Sebagai kaum bodoh realistis, saya selalu merasa termarjinalkan dengan mahasiswa yang bacotnya mata kuliah terus. Seakan-akan di dunia ini cuma bisa berputar jika kita kuliah. Bahkan waktu bercanda sekalipun soal ujian yang dibahas. Entah saya yang tidak punya selera humor yang bagus atau mereka yang terlalu tinggi bahasannya.

Sedikit tips jika kita tidak yakin atau tidak tahu diri apakah kita sudah menjadi mahasiswa fosil di kampus. Mudah sekali mengetahuinya, jika mahasiswa baru yang masuk sebagian besar sudah seperti anak SMP semua mukanya. Kemudian ketika di kampus kita cuma bisa ngobrol sama petugas kebersihan, keamanan, dan mas kantin.

Satu hal yang saya mohon dari beberapa orang yang jarang berinteraksi dengan saya tapi mengenal. Tolong jangan datang dengan pertanyaan seputar "Tugas Akhir" dan "Kapan Lulus". Pertanyaan tersebut berlaku jika anda berprofesi sebagai dosen di kampus saya dan kebetulan dosen pembimbing.

Mahasiswa yang tidak lulus tanpa pekerjaan seperti saya ini. Ibarat ketika kita dipaksa untuk menahan nafas di dalam air selokan. Udah bisa bikin sesak nafas yang jelas kalo ketelen airnya bisa bikin mimpi buruk. Entah kenapa susah banget jadi spongebob yang bisa bilang "aku siap aku siap aku siap" ketika disuruh cepat lulus. Kesimpulannya tidak perlu jadi spongebob untuk lulus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Burger

Makanan yang sering banget muncul waktu kartun Spongebob Squarepant. Dimana waktu di kartun ini makanan ini dipuja-puja jadi makanan terenak dan membawa kebahagiaan. Ya terlepas dari realita kartun tadi, bagi saya burger ini punya arti sendiri pada hidup. Krabby Patty di Serial Spongebob Squarepants Ditemukan pertama kali sekaligus merupakan makanan khas kota Hamburg, Jerman. Ialah sebuah makanan yang terdiri dari tumpukan dua roti bundar ata bun yang biasanya terdapat daging, sayuran bawang serta saus di antaranya. Kalo di Indonesia dapat kita beli di restoran cepat saji. Ada hal unik yang menurut saya bisa dilihat dari hamburger atau burger ini. Prinsip utama burger adalah dua roti bundar yang menjadi alas serta penutup roti ini. Sedangkan isinya bisa diubah sesuai dengan selera. Burger ini banyak sekali macamnya dan sangat fleksibel sekali, sesuai dengan kehidupan setiap orang berbeda namun punya dasar yang sama sebenarnya. Dua roti bundar tadi bisa diibaratkan bagaimana keh...

Bergeser Seperti Semula Lutut Saya

Semua terjadi begitu cepat, tanpa terasa muncul kehancuran masa depan di pikiran. Dislokasi lutut bukan hal sepele buatku. Pertandingan basket tempo hari seakan menjadi hari terakhir berolah raga. Keadaan sehat walafiat pun sekejap sirna dari bayangan cacat dan trauma seumur hidup. Harapan hidup nikmat berasa hilang dalam secepat kilat. Si Maria main ke rumah waktu tadi siang. Tanpa sengaja pacar saya ini duduk di lutut saya. Sekejap saya berteriak kesakitan karena lutut saya bergeser dari tempat sewajarnya. Saya berusaha berteriak minta tolong pada siapapun, namun hingga dua jam segala jerih payah seakan sirna. Klinik di perumahan pun tidak berani berbuat apa-apa. Waktu itu posisi saya sedang berada di lantai 2. Pikiran saya hanya ada kata "Rumah Sakit". Bergerak sesenti pun benar-benar menambah rasa sakit pada lutut saya. Sopir Taksi pun menyerah untuk mengevakuasi saya ke Rumah Sakit. Saya memutuskan untuk meminta jasa ambulan dari rumah sakit terdekat. Ambulan pun sedang...

Surat Untuk Sang Wahai

 Kenapa surat ini bertuliskan untuk sang wahai ? Bukan kah wahai itu hanyalah sebuah kata sambung di depan yang berarti penekanan untuk subjek itu sendiri. Dan kenapa Sang Wahai ? bukannya Wahai itu di depan ? bukannya di belakang ?. Semua pertanyaan ini akan terjawab ketika aku bertemu sebuah sosok yang bisa menjadi penekanan untuk semua hal yang diusahakan. Jadi maksudnya siapa ? Maksud dari Sang Wahai adalah Calon istri dan ibu dari anak-anakku kelak. Kenapa saya mencantumkan kata ibu setelah istri ? Bukan kah wajib hukumnya bahwasanya peran ibu lebih penting dibandingkan peran istri ? Saya pun setuju posisi ibu jadi sebuah jabatan tertinggi yang diberikan kepada manusia dan hanya diberikan kepada wanita saja. Lalu kenapa calon istri yang disebut pertama ? dan kenapa seakan-akan menjadi sebuah prioritas untuk diperbincangkan ? Jawabannya adalah tidak semua istri akan mendapat kepercayaan menjadi seorang ibu. Disini saya tidak sedang berbicara "Bagaimana cara menjadi sosok ibu y...