Saya memutuskan untuk jadi penjaga gawang sekitar 2 tahun yang lalu. Ketika saya dipaksa mau tidak mau disuruh menjaga gawang sewaktu bermain di turnamen kecil sewaktu ulang tahun gereja. Pada akhirnya hanya sampai semi final saja. Mengingat itu sudah cukup bagus karena pertandingan, pemainnya tidak lengkap karena sibuk urusan sendiri.
Jadi seorang penjaga gawang amatir seperti saya ada enak dan ada tidak enaknya. Tidak enaknya waktu pertama dulu saya banyak lecet dan bahkan siku sampai bengkak sebesar bakso tenis. Enaknya jadi kiper adalah waktu sedih , bisa jadi pelampiasan mengingat bisa body contact dan mukul bola seenaknya.
Saya waktu itu biasa bermain menggunakan tangan kosong tanpa sarung tangan. Ketika saya coba pinjam punya teman, ternyata rasanya tidak enak sama sekali. Dan akhirnya kembali tidak menggunakan sarung tangan. Alasan saya suka tidak menggunakan sarung tangan adalah tangan biasa leluasa merasakan bola dan lebih lengket di tangan.
Tiba-tiba saya berubah pikiran sekitar satu minggu yang lalu ingin beli sarung tangan. Langsung saya search di google dan hasilnya luar biasa MAHAL, bahkan yang buatan Indonesia sekalipun. Akhirnya saya minta pada orang tua untuk dibelikan sarung tangan. Maklum saya belum punya uang sendiri jadi masih sering merepotkan orang tua. Dan akhirnya orang tua saya menemukan harga 85 ribu rupiah buatan dalam negeri. Saya langsung tidak ambil pusing dan bilang iya.
Memang berbeda barangnya dengan yang punya teman saya itu. Tetapi punya saya ini punya satu kelebihan dengan yang lain. Waktu menggunakan sarung tangan ini, saya masih bisa menggenggam sebagaimana dengan tangan telanjang. Dan itu sangat luar biasa rasanya, meskipun waktu kemarin kebobolan tiga bola karena memang saya yang masih amatir.
Kepercayaan diri yang luar biasa ketika menemukan sesuatu yang cocok. Saya jarang menemukan perasaan ini terhadap apapun. Bahkan sekalipun saya barusan kehilangan satu hal yang cocok. Tetapi memang yang baik dan sempurna hanya punya Tuhan. Terima Kasih Mamiku.
Jadi seorang penjaga gawang amatir seperti saya ada enak dan ada tidak enaknya. Tidak enaknya waktu pertama dulu saya banyak lecet dan bahkan siku sampai bengkak sebesar bakso tenis. Enaknya jadi kiper adalah waktu sedih , bisa jadi pelampiasan mengingat bisa body contact dan mukul bola seenaknya.
Saya waktu itu biasa bermain menggunakan tangan kosong tanpa sarung tangan. Ketika saya coba pinjam punya teman, ternyata rasanya tidak enak sama sekali. Dan akhirnya kembali tidak menggunakan sarung tangan. Alasan saya suka tidak menggunakan sarung tangan adalah tangan biasa leluasa merasakan bola dan lebih lengket di tangan.
Tiba-tiba saya berubah pikiran sekitar satu minggu yang lalu ingin beli sarung tangan. Langsung saya search di google dan hasilnya luar biasa MAHAL, bahkan yang buatan Indonesia sekalipun. Akhirnya saya minta pada orang tua untuk dibelikan sarung tangan. Maklum saya belum punya uang sendiri jadi masih sering merepotkan orang tua. Dan akhirnya orang tua saya menemukan harga 85 ribu rupiah buatan dalam negeri. Saya langsung tidak ambil pusing dan bilang iya.
Memang berbeda barangnya dengan yang punya teman saya itu. Tetapi punya saya ini punya satu kelebihan dengan yang lain. Waktu menggunakan sarung tangan ini, saya masih bisa menggenggam sebagaimana dengan tangan telanjang. Dan itu sangat luar biasa rasanya, meskipun waktu kemarin kebobolan tiga bola karena memang saya yang masih amatir.
Kepercayaan diri yang luar biasa ketika menemukan sesuatu yang cocok. Saya jarang menemukan perasaan ini terhadap apapun. Bahkan sekalipun saya barusan kehilangan satu hal yang cocok. Tetapi memang yang baik dan sempurna hanya punya Tuhan. Terima Kasih Mamiku.
Komentar
Posting Komentar