Langsung ke konten utama

Postingan

Surat Untuk Sang Wahai

 Kenapa surat ini bertuliskan untuk sang wahai ? Bukan kah wahai itu hanyalah sebuah kata sambung di depan yang berarti penekanan untuk subjek itu sendiri. Dan kenapa Sang Wahai ? bukannya Wahai itu di depan ? bukannya di belakang ?. Semua pertanyaan ini akan terjawab ketika aku bertemu sebuah sosok yang bisa menjadi penekanan untuk semua hal yang diusahakan. Jadi maksudnya siapa ? Maksud dari Sang Wahai adalah Calon istri dan ibu dari anak-anakku kelak. Kenapa saya mencantumkan kata ibu setelah istri ? Bukan kah wajib hukumnya bahwasanya peran ibu lebih penting dibandingkan peran istri ? Saya pun setuju posisi ibu jadi sebuah jabatan tertinggi yang diberikan kepada manusia dan hanya diberikan kepada wanita saja. Lalu kenapa calon istri yang disebut pertama ? dan kenapa seakan-akan menjadi sebuah prioritas untuk diperbincangkan ? Jawabannya adalah tidak semua istri akan mendapat kepercayaan menjadi seorang ibu. Disini saya tidak sedang berbicara "Bagaimana cara menjadi sosok ibu y
Postingan terbaru

Last Period of High School

Ini sebuah kisah mengenai satu kelas yang paling mengesankan dalam sejarah SMA. Suatu kelas yang tidak membenci bahkan membicarakan keburukan di belakang punggung masing-masing. Bukan karena kita tidak punya perselisihan atau perbedaan, tetapi kita bersatu dalam suatu nasib yang sama yaitu lulus dan mengejar cita-cita hidup masing-masing. Sekarang beberapa dari kita sudah berkeluarga dan memiliki keturunan. Beberapa dari kita masih tertawa miris dengan status single-nya yang sepertinya sangat sulit ditanggalkan. Dan beberapa dari kita juga masih berkumpul bersama dalam 2 hari terpisah baru-baru ini. Mungkin bisa jadi itu yang disebut reunian sekitar 5 tahunan kita tidak berjumpa dan berceloteh ria. Mereka semua atau sebagian besar dari mereka atau beberapa dari mereka ini sangat berarti dan bersejarah buat kelangsungan hidup saya. Suatu waktu saya pernah merasakan terancam Drop Out dari SMA karena suatu hal yang tentu saja memalukan. Dan mereka lah yang menjadi barikade

Cerita tentang Hubungan

Waktu beberapa waktu yang silam saya mengagumi salah satu tim basket ternama di Amerika, yaitu Boston Celtics. Pada musim itu terulang rivalitas hebat yaitu pertemuan antara Boston Celtics dengan Los Angeles Lakers. Pada Boston Celtics terdapat 3 pemain yang sudah layaknya saudara sendiri. Permainan yang mereka lakukan bertiga itu tidak mungkin dilakukan jika mereka tidak memiliki ikatan batin yang kuat. Meskipun pada akhirnya trio hijau itu berpisah sekarang dengan klub masing-masing yang bukan Boston Celtics. Mungkin bagi mereka bertiga semua itu masa lalu, tetapi bagi saya selaku penggemarnya. Semua itu seakan kenangan indah ketika tiga kekuatan besar digabungkan, semuanya itu menjadi tidak terkalahkan sekalipun oleh sang legenda sekalipun. Tidak ada hal yang salah dari suatu hubungan, sama sekali tidak ada yang salah. Yang salah adalah ketika kamu bertingkah seakan hal yang salah sebagai alasan sebuah perhatian. Pada dasarnya manusia ingin diperhatikan dan diandalkan, bukan untuk

Persetan Dengan Kuantitas

Satu hari yang mungkin akan mengubah kualitas hidup dari sebelumnya. Mungkin bisa jadi rencana yang satu ini bisa jadi pukulan telak dan besar untuk beberapa jumlah angka. Layaknya kita tidak bisa memilih bulan dan matahari secara bersamaan untuk menerangi bumi. Manusia diciptakan Tuhan dengan kemampuan berpikir lebih dari makhluk Tuhan lainnya. Manusia diciptakan untuk mampu berpikir untuk memilih. Memilih yang sekiranya bisa menjadikan hidupnya lebih berkualitas. Dan mulai sekarang, saya berjanji untuk lebih berpikir mengenai kualitas. Daripada hidup dengan kuantitas tanpa kualitas. Ketika saya barusan memberikan analogi mengenai matahari dan bulan, beberapa pikiran sempit pasti berpikir jika kita masih mempunyai dua-duanya. Asalkan kita mampu mengatur bagaimana peran dua-duanya bisa adil. Sedangkan tidak ada makhluk ciptaan Tuhan yang bisa benar-benar adil. Hanya Tuhan yang mampu mengambil peran Sang Maha Adil. Manusia ditakdirkan untuk dilahirkan beserta kesubyektivitasannya. Hari

Berhenti Berekspektasi

Susah rasanya jadi orang yang selalu beranggapan jika semuanya berjalan mulus. Mulus sekali berjalan lurus ke depan seakan kita tidak tahu arah lainnya. Seakan kita yakin bahwa jalan lurus memang benar untuk ditempuh. Jika memang berjalan lurus dan mulus itu menarik, tentu saja taman ria seperti dufan yang punya wahana andalan Roller Coaster tidak bakalan laris dikunjungi pelancong. Setiap fase hidup selalu ada tantangan dan halangan yang harus dilalui. Entah kenapa saya adalah orang yang selalu percaya dibalik hujan badai akan timbul pelangi super indah yang muncul. Bahkan pelangi tidak bakalan muncul jika tidak ada hujan sebelumnya, apalagi jika tidak ada matahari. Dari analogi berikut dapat disimpulkan bahwa kita perlu memperkuat cahaya matahari yang kita masing-masing telah miliki. Ada kalanya saya merasa harus berhenti berekspektasi mengenai adanya hal yang baik dilakukan orang yang kita kenal. Tujuannya biar kita sewaktu-waktu terhindar dari yang namanya rasa kecewa. Kita ser

Permainan Baru

Barusan seperti ada beberapa orang yang mempermainkan namaku di belakang. Layaknya mereka paling benar karena mereka lebih merasa tua atau apa entahlah. Layaknya mereka paling benar karena bersekutu dan berulang-ulang mengucapkan kebohongan atau apa entahlah. Kalo ada yang pernah denger Bit dari Stand-up-nya Pandji Pragiwaksono mengenai perbedaan orang bodoh dengan orang GOBBBLLLOOKK. Kalo bodoh itu bisa dimusnahkan dengan pendidikan, sedangkan orang GOBBBLLLOOOK itu udah MUSNAH aja. Orang GOBBBLLLOOOK itu orang yang udah tau yang didengar itu salah malah percaya terus disebar-sebarin. Itu lah orang GOBBBBLLOOKKKK. Bagaimana kalau kita balik permainannya, bagaimana jika kalo setiap fitnah yang dilancarkan dan saya bisa buktikan kalau itu 100% salah dengan taruhan sejumlah uang. Dan saya sangat bahagia jika saya bisa kaya raya dengan kejujuran dan ketidakmunafikan saya akan suatu hal. Pernah dengar satu kalimat "Orang Jujur maka Hancur". Kalimat tersebut sepertinya menyakiti

Seminggu Berarti

Sekitar kurang lebih dua bulan berhenti menginjakkan kota kelahiran, Surabaya. Kota dimana kamu bertarung habis-habisnya menggunakan akal pikiran, berusaha mengikis kemunafikan orang lain bahkan diri sendiri. Kota dimana tempat kamu menyisihkan banyak waktu untuk mencinta orang asing. Kota dimana kamu bertahan pada suatu nilai kebenaran, yang akan dibawa sebagai bekal bertahan hidup di kota lain. Mungkin nanti sekitar pukul 9 malam penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta saya siap sejenak menghela napas menujur Bandara Juanda. Siap memeluk erat mami yang sering terrepotkan oleh kisah keluhan di kota orang. Sering bilang ke mami, ternyata pukulan di kota kelahiran tidak sekeras di ibukota negara tercinta. Bela diri bisa dibilang sebuah kesenian. Kalimat tersebut sedikit banyak mampu menganalogikan kehidupan di Jakarta. Tidak selamanya kita harus mau dipukul, bahkan kita harus menghindar dari pukulan menunggu musuh kelelahan kemudian menyerang balik. Bahkan kita harus tau kapan melum