Biasanya sih ya kalo ada anak kecil punya keinginan pastinya ingin jika jadi kenyataan. Saya seperti halnya penggemar klub sepakbola pada umumnya ingin sekali menonton klub tersebut bermain secara langsung. Kebetulan saya nge-fans banget sama klub sepak bola yang berasal dari Kota London ini, yaitu Chelsea. Dan keinginan saya ini terkabul.
Mungkin sekitar satu tahun yang lalu mulai berhembus kabar bahwa Chelsea akan datang ke Indonesia bulan Juli 2013. Sejak saat itu saya berusaha menahan diri untuk tidak berpergian kemana-mana agar uangnya bisa dipakai buat beli karcis. Bahkan waktu ada acara kampus buat wisata ke Jakarta-Bandung, sama sekali tidak terbesit keinginan untuk ikut.
Hingga akhirnya sekitar bulan Juni 2013 diumumkan kepastian kedatangan Chelsea untuk bertanding dengan tim Indonesia. Selain Chelsea ada dua klub besar liga Inggris yang turut hadir, yaitu Arsenal dan Liverpool. Indonesia berasa seperti mini Barclay Premiere League.
Seminggu sebelum pertandingan baru saya memutuskan untuk berangkat, dibelilah tiket kategori satu serta tiket pesawat pulang pergi. Semua ini disponsori oleh mami saya tercinta. Beruntungnya saya juga dapet penginapan murah 275 ribu per-malam. Kebetulan saya ingat ada satu temen saya SMA yang juga penggemar chelsea alias True Blue. Dan beruntungnya saya dia ikutan juga ke Gelora Bung Karno.
Sudah mulai ramai di media mengenai kedatangan klub kesayangan saya ini. Satu hal yang saya heran dengan suporter resmi Chelsea di Indonesia yang dikenal dengan CISC. Mereka sepakat untuk menyanyikan lagu yang mereka bikin sendiri waktu di GBK nanti. Saya memang bukan bagian dari CISC tapi saya suka Chelsea. Supporter Liverpool di Indonesia kemarin mampu mengubah suasana GBK menjadi Anfield, hingga kapten Steven Gerard pun berasa seperti di Anfield. Kurang tau kenapa kok nggak nyanyiin lagu Chelsea yang sering dinyanyiin di Stamford Bridge.
Oh iya teman SMA saya ini namanya Rizal Okky, kami sepakat bertemu di Soekarno Hatta. Dan bodohnya setelah saya sampai di sana, saya salah pesan tiket pulang. Yang harusnya tanggal 26 Juli besok, saya salah booking 25 Juli. Hangus sudah tiket pulang dan yang jelas buang-buang duit. Akhirnya kebingungan cari tiket pulang besok, tentu saja dapat dengan harga yang lebih mahal.
Langsung kita menuju Gelora Bung Karno untuk menukarkan tiket yang sudah kami beli secara online di situs tiket.com. Sampai di sana pun kami berdua dibingungkan di mana letak penukaran tiket tersebut. Lelah sekali rasanya memutari GBK tanya sana-sini tidak ketemu-ketemu. Dan ternyata booth tiket tersebut ada di depan gerbang dan tidak ada tulisan atau plang pemberitahuan.
Kami berdua istirahat sebentar di Wisma Nelly. Informasi mengenai wisma ini saya peroleh melalui google. Semua hotel di sekitar GBK harganya di atas 400 ribu semua, sedangkan yang ini hanya 275 ribu. Sambil kami beristirahat dan menunggu kedatangan satu teman lagi. Namanya Panji Witoko, teman baru kenal tapi sudah seperti lama berteman.
Sekitar pukul 4 sore, kami berangkat dari penginapan. Apesnya tidak ada taksi yang mau dinaiki dengan alasan macet di arah senayan. Langsung kita memutuskan jalan kaki ke sana dengan bantuan GPS. Dan ternyata jarak antara penginapa dengan GBK adalah sekitar 5 kilometer. Selangkah demi selangkah kita berjalan cepat menuju GBK.
Seringkali perjalanan singkat ini terhibur dengan bercanda mengenai wanita yang lalu lalang. Sempat juga waktu kami berjalan ada yang meneriakkan "Ayo semangat mas" ada pula "Ayo berjuang". Hingga pada akhirnya GPS menuntun ke arah yang salah, yang mengharuskan kami bertiga menyeberangi rel kereta api.
Karena GPS sudah mulai tidak bisa diandalkan, maka saya join sama satu orang lagi yang sepertinya berjalan ke arah GBK juga. Kalau tidak salah mas itu namanya Fauzan, bercelana kain dan bersepatukan pantofel. Sempat saya bertanya, "Mas, mau nonton sepak bola kok rapi banget?". Dan ternyata dia habis pulang kerja dan langsung cabut GBK layaknya suporter sejati.
Hingga kami memutuskan berbuka puasa di jalanan dengan air mineral serta coklat batangan. Sesampainya di sana kami berpisah dengan Fauzan. Bagi saya dia adalah "The Unsung Hero" yang menuntun kita hingga tiba di GBK. Akhirnya kita menuju Masjid untuk ibadah Sholat Maghrib.
Ternyata jalur depan masjid ini adalah tempat datangnya bus pemain Indonesia. Hingga waktu setengah tujuh sore, saya dikejutkan dengan lewatnya Bus Chelsea di depan mata saya. Saya langsung lompat dan melihat wajah pemain Chelsea dari dekat sekali hanya berbataskan kaca bus.
Tiba-tiba teman saya setelah sholat datang dengan bingung bertanya pada saya. "Col aku titip tas nang awakmu gak?". Ya tentu saja tidak saya jawab dan ternyata tas teman saya raib. Teman saya Rizal Okky ini menaruh tasnya di sebelah persis waktu dia Sholat. Waktu selesai Sholat, tas itu raib secara ajaib. Banyak barang berharga di dalamnya termasuk tiket masuknya yang ikut terbawa.
Dengan raut wajah yang sedih dan berusaha ikhlas, kami berusaha mencari calo tiket agar masih tetap bisa menonton Chelsea. Akhirnya dapat tiket yang sama dengan harga 600 ribu dan lebih murah dari pada harga aslinya 750 ribu. Tiker kami sebenarnya Kategori 1 Gate 5, sedangkan dapat tiket Kategori 1 Gate 2. Dengan sedikit sepik dari Panji, mampu meloloskan tiket Gate 2 tersebut masuk di Gate 5.
Sedikit informasi ternyata terdapat banyak hal tidak lazim dalam hal pertiketan. Banyak sekali lembaga pemerintahan hingga orang penting yang memperoleh jatah tiket khusus dari panitia. Apalagi kalau bukan namanya gratifikasi ini. Tiket kategori 1 yang dijual pada umumnya seharga 750 ribu tetapi mereka bisa mendapatkan tiket tersebut hanya seharga 30 ribu saja.
Seluruh GBK seperti dibanjiri lautan pendukung The Blues yang nampak seperti lautan. Meneriakkan Indonesia hingga nama Jose Mourinho. Ketika melihat Roy Suryo di tengah lapangan, penonton tidak segan-segan memberikan cemoohan pada dia. Mengingat event Chelsea yang hampir gagal ini.
Chelsea bermain sangat luar biasa dan mampu menggilas tuntas 8 - 1 tim BNI Indonesia All-Stars. Menyaksikan pemain chelsea bermain secara langsung bagaikan mimpi bagi kami semua. Kemudian keesokan harinya kami pulang ke Surabaya. Meskipun sedikit apes perjuangan kami ini sama sekali sebanding dengan kegembiraan yang kami dapatkan.
Komentar
Posting Komentar